qwerty

Minggu, 08 Agustus 2010

BAB 1 SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

Kompetensi :
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa dapat memahami sejarah kelahiran dan perkembangan sosiologi baik di luar negeri maupun di Indonesia.

1.1. Sejarah Perkembangan Sosiologi
Sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, sosiologi masih berumur relatif muda yaitu kurang dari 200 tahun. Istilah sosiologi untuk pertama kali diciptakan oleh Auguste Comte dan oleh karenanya Comte sering disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy, yang diterbitkan dalam tahun 1838. Karyanya mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode ilmiah. Menurut Comte ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal ini merupakan pandangan baru pada saat itu.
Di Inggris Herbert Spencer menerbitkan bukunya Principle of Sociology dalam tahun 1876. Ia menerapkan teeori evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang “evolusi sosial” yang diterima secara luas beberapa puluh tahun kemudian.
Seorang Amerika Lester F. Ward yang menerbitkan bukunya “Dynamic Sociology” dalam tahun 1883, menghimbau kemajuan sosial melalui tindakan-tindakan sosial yang cerdik yang harus diarahkan oleh para sosiolog.
Seorang Perancis, Emile Durkheim menunjukkan pentingnya metodologi ilmiah dalam sosiologi. Dalam bukunya Rules of Sociological Method yang diterbitkan tahun 1895, menggambarkan metodologi yang kemudian ia teruskan penelaahannya dalam bukunya berjudul Suicide yang diterbitkan pada tahun 1897. Buku itu memuat tentang sebab-sebab bunuh diri, pertama-tama ia merencanakan disain risetnya dan kemudian mengumpulkan sejumlah besar data tentang ciri-ciri orang yang melakukan bunuh diri dan dari data tersebut ia menarik suatu teori tentang bunuh diri.
Kuliah-kuliah sosiologi muncul di berbagai universitas sekitar tahun 1890-an. The American Journal of Sociology memulai publikasinya pada thun 1895 dan The American Sociological Society (sekarang bernama American Sociological Association) diorganisasikan dalam tahun 1905.
Sosiolog Amerika kebanyakan berasal dari pedesaan dan mereka kebanyakan pula berasal dari para pekerja sosial; sosiolog Eropa sebagian besar berasal dari bidang-bidang sejarah, ekonomi politik atau filsafat.
Urbanisasi dan industrialisasi di Amerika pada tahun 1900-an telah menciptakan masalah sosial. Hal ini mendorong para sosiolog Amerika untuk mencari solusinya. Mereka melihat sosiologi sebagai pedoman ilmiah untuk kemajuan sosial. Sehingga kemudian ketika terbitnya edisi awal American Journal of Sociology isinya hanya sedikit yang mengandung artikel atau riset ilmiah, tetapi banyak berisi tentang peringatan dan nasihat akibat urbanisasi dan industrialisasi. Sebagai contoh suatu artikel yang terbit di tahun 1903 berjudul “The Social Effect of The Eight Hour Day” tidak mengandung data faktual atau eksperimental. Tetapi lebih berisi pada manfaat sosial dari hari kerja yang lebih pendek.
Namun pada tahun 1930-an beberapa jurnal sosiologi yang ada lebih berisi artikel riset dan deskripsi ilmiah. Sosilogi kemudian menjadi suatu pengetahuan ilmiah dengan teorinya yang didasarkan pada obeservasi ilmiah, bukan pada spekulasi-spekulasi.
Para sosiolog tersebut pada dasarnya merupakan ahli filsafat sosial. Mereka mengajak agar para sosiolog yang lain mengumpulkan, menyusun, dan mengklasifikasikan data yang nyata, dan dari kenyataan itu disusun teori sosial yang baik.

1.2. Sosiologi dan Pengetahuan
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahluk yang paling mulia. Sejak lahir Tuhan mengkaruniai manusia akal budi. Akal budi diciptakan untuk berfikir, berkehendak, dan merasa. Dengan fikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan; dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya; dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan.

Sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika. Logika merupakan ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berfikir secara tepat dengan berpedoman pada ide kebenaran. Ketika kita sudah mengetahui batasan sosiologi, pertanyaan yang muncul kemudian ialah apakah sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan?
Kalau para pelopor sosiologi, sejak dahulu tentunya menganggap bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan. Namun benarkah demikian? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentunya kita harus mengetahui dahulu apa yang disebut sebagai ilmu pengetahuan?
Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, dan pengertahuan itu dapat dikontrol oleh orang lain atau umum (obyektif). Atau ilmu pengetahuan bisa dirumuskan apabila memiliki beberapa elemen (unsur) yang menjadi suatu kebulatan, yaitu :
? pengetahuan (knowledge)
? tersusun secara sistematis
? menggunakan pemikiran
? bersifat obyektif (dapat dikontrol secara kritis oleh umum)
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Misalnya : pengetahuan jenis-jenis kain, pengetahuan mengenai bebauan minyak wangi, pengetahuan mengenai cara pembuatan tempe.
Sistematis berarti berdasarkan urutan unsur-unsur yang merupakan satu kebulatan, sehingga akan jelas apa yang merupakan garis besar dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Tidak semua pengetahuan merupakan suatu ilmu, hanya pengetahuan yang tersusun sistematis saja yang merupakan ilmu pengetahuan. Sistem tadi merupakan suatu konstruksi yang abstrak dan teratur sehingga merupakan keseluruhan yang terangkai.
Menggunakan pemikiran : ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis menggunakan kekuatan pemikiran, yang selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis (obyektif).
Apabila sosiologi memenuhi rumusan-rumusan di atas maka sosiologi merupakan suatu ilmu sejauh sosiologi mengembangkan suatu kerangka pengetahuan yang tersusun dan teruji yang didasarkaan pada penelitian ilmiah. Sejauh sosiologi meninggalkan mitos, dongeng dan angan-angan, dan mendasarkan kesimpulannya pada bukti-bukti ilmiah maka sosiologi adalah suatu ilmu. Bila ilmu didefinisikan sebagai suatu metode penelaahan, maka sosiologi adalah suatu ilmu sejauh sosiologi menggunakan metode penelaahan ilmiah.
Ilmu Pengetahuan sendiri dikelompokkan dalam 2 (dua) macam :
1. Ilmu Pengetahuan murni (pure science).
Ilmu pengetahuan murni bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak, untuk mempertinggi mutunya, tanpa menggunakannya langsung dalam masyarakat. Misalnya : seorang ahli fisika bukanlah membuat jembatan, ahli kimia bukanlah membuat obat, juga ahli sosiologi hanya mengemukakan pendapatnya yang berguna bagi pembentuk undang-undang, birokrat, petugas administrasi, guru-guru, diplomat dan lain sebagainya akan tetapi mereka tidak akan menentukan secara langsung apa yang dikerjakan oleh petugas-petugas tersebut.
Sosiologi bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta masyarakat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mememecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Akan tetapi itu bukan berarti bahwa sosiologi tidak berguna bagi masyarakat.
2. Ilmu Pengetahuan Terapan (applied science)
Ilmu pengetahuan terapan merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat.
Misalnya : ilmu pengetahuan tentang berbagai seni, sebagaian besar dipergunakan dan diterapkan langsung.

1.3. Bapak Pendiri Sosiologi (The Founding Fathers Of Sosiology)

Pada bagian ini akan dijelaskan empat ahli yang sampai kini pikirannya masih dipakai dalam teori sosiologi, yaitu Auguste Comte, Karl Marx, Max Weber, dan Emile Durkheim. Pandangan mereka telah memberi stimulan diskusi panjang tentang pelbagai persoalan terkait dgn kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Pandangan mereka juga digunakan dalam disiplin ilmu social lain seperti ilmu politik, ekonomi, antropologi, dan sejarah.
1.3.1. Auguste Comte (1798-1857)
Auguste Comte (Perancis, 1798-1857) mengemukakan istilah awal : SOCIAL PHYSICS (FISIKA SOSIAL) karena istilah ini sudah digunakan oleh ahli statistik sosial Belgia Adophe Quetelet, maka istilah diubah menjadi sociology.
Auguste Comte membagi sosiologi ke dalam dua pendekatan yakni:
1. Statika sosial (social static) : mengkaji tatanan sosial. Statika mewakili stabilitas.
2. Sosial dinamik : mengkaji kemajuan dan perubahan social. Dinamika mewakili perubahan. Progres dlm membaca fenomena sosial perlu melihat masyarakat secara keseluruhan sebagai unit analisis.
Dengan memakai analogi dari biologi, Comte menyatakan bahwa hubungan antara statika dan dinamika merujuk pada konsep order didalamnya ditekankan bahwa bagian-bagian dari masyarakat tidak dapat dimengerti secara terpisah, tetapi harus dilihat sebagai satu kesatuan yg saling berhubungan..
1.3.2. Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx lahir di Trier, Jerman tahun 1818 dari kalangan keluarga rohaniwan Yahudi. Tamat dari perguruan tinggi menjadi editor di sebuah surat kabar di Jerman. Pandangannya mat kritis terutama sangat anti penindasan yg hadir bersama system kapitalis yang mewarnai peradaban Eropa Barat. Beliau pindah ke Paris setelah terjadipertentangn dengan pemerintah Jerman. Ia berkolaborasi dengan Friedrich Engels menulis buku berjudul The Communist Manifesto (1848). Lalu menulis buku : Das Capital, dua bab terakhir buku ini diteruskan oleh Engels karena Marx keburu meninggal.
Menurut Marx, sejarah manusia mulai dari pertanian primitive, feudal dan industri, ditandai hubungan social yg melembagakan sifat ketergantungan untuk mengontrol atau menguasai sumber-sumber ekonomi. Mereka yg menguasai dan mengonytol sumber-sumber ekonomi adalah kelas atas, seangkan mereka yg hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak punya sama sekali adalah dari kelas bawah. Terjadi penindasan oleh kelas atas terhadap kelas bawah. Fokus perhatian Marx pada dua kelas penting : BORJUIS (kelas atas/kapitalis yg memiliki memiliki alat-alat produksi seperti pabrik dan mesin) dan PROLETAR (kelas bawah/ para buruh yg bekerja pada borjuis).
Pendapat Marx terhadap fenomena social semacam itu (penindasan /eksploitasi kaum borjuis terhadap kaum proletar) hanya dapat dihentikan dengan cara mengganti atau merusak system kapitalis. Caranya dengan melakukan revolusi (prinsip konflik) kemudian menggantinya dengan system yg lebih menghargai martabat manusia. Ini tidak mudah karena para buruh harus menghilangkan False Consciousness (kesadaran palsu) dengan class consciousness kesadaran kelas. Melalui bimbingan pemimpin-pemimpin revolusioner, para buruh akan menjadi setia dan mau berkorban demi perjuangan kelas. Denagn demikian kan muncul masyarakat yg adil, sama rata sama rasa, dan terhindardari segala bentuk eksploitasi, ini yg disebutnya sebagai masyarakat komunisme modern. Disamping dipuja banyak orang, Marx juga dikecam banyak orang, terutama pendapatnya tentang “agama sebagai candu masyarakat“ (the opium of the people).
1.3.3. Max Weber (1864-1920)
Max Weber lahir di Erfurt, Jerman berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Ayahnya seorang birokrat (kelak akan mewarnai pikiran beliau tentang birokrasi) yg menduduki posisi politik penting, sedangkan ibunya adalah seorang pemeluk agama Calvinisme yg sangat taat (juga mempengaruhinya melakukan studi tentang kaitan etika protestan dengan spirit kapitlisme industrial).
Beliau menempuh kuliah di Universitas berlin belajar hukum. Setelah berhasil mengambil gelar doctor ia berprofesi sebagai praktisi hukum, di samping itu ia juga bekerja sebagai dosen di Universitas Wina dan Munich. Ia banyak mendalami masalah ekonomi, sejarah, dan sosiologi. Bukunya yg terkenal berjudul “ A Contribution to the histoy of Medieval Business Organizations” dan “ The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism” (1904) . Dalam bukunya yg kedua ini ia mengemukakan tesisnya mengenai keterkaitan antara etika protesan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat.
Pandangan Weber, kenyataan social lahir dari motivasi individu dan tindakan-tindakan social (social action). Dari pandangannya sebenarnya Weber lazim digolongkan “nominalis” yg lebih percaya bahwa hanya individu-individu sajalah yg riil secara obyektif, dan masyarakat adalah satu nama yg menunjukan pada sekumpulan individu yg menjalin hubungan. Pandangan beliau tentang tindakan sosila inilah yg kemudian menjadi acuan dikembangkannya teori sosiologi yg membahas interaksi social.


1.3.4. Émile Durkheim (1858-1917)
Lahir di Epinal, Perancis dan berasal dari keluarga yg mewarisi tradisi sebagai pendeta Yahudi. Ia awlnya sebenarnya bersekolah untuk menjadi pendeta.
Durkheim merupakan ilmuwan yg sangat produktif. Salah satu karyanya yg berjudul “ The division of Labor in Society” (1968) membahas mengenai gejala yg sedang melanda masyarakat : pembagian kerja. Ia mengemukakan bahwa di bidang perekonomian seperti industri modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yg mengakibatkan pembagian kerja ke dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yg semakin rinci. Pembagian tersebut dijumapai pula di bidang perniagaan dan pertanian. Lalu melebar pula pada bidang-bdang kehidupan yg lainnya : hokum, politik, kesenian, dan bahkan keluarga. Tujuan kajian durkheim ialah untuk memahami fungsi pembagian kerja tersebut, serta untuk mengetahui factor penyebabnya.

1.4. Perkembangan Sosiologi di Indonesia
Sejak jaman kerajaan di Indonesia sebenarnya para raja dan pemimpin di Indonesia sudah mempraktikkan unsur-unsur Sosiologi dalam kebijakannya begitu pula para pujangga Indonesia. Misalnya saja Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri PAduka Mangkunegoro dari Surakarta, mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations).
Ko Hajar Dewantoro, pelopor utama pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan di bidang sosiologi terutama mengenai konsep-konsep kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia yang dengan nyata di praktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.
Pada masa penjajahan Belanda ada beberapa karya tulis orang berkebangsaan belanda yang mengambil masyarakat Indonesai sebagai perhatiannya seperti Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, Ter Haar, Duyvendak dll. Dalam karya mereka tampak unsur-unsur Sosiologi di dalamnya yang dikupas secara ilmiah tetapi kesemuanya hanya dikupas dalam kerangka non sosiologis dan tidak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Sosiologi pada waktu itu dianggap sebagai Ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain Sosiologi ketika itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Kuliah-kuliah Sosiologi mulai diberikan sebelum Pernag Dunia ke dua diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta. Inipun kuliah Sosiologi masih sebagai pelengkap bagi pelajaran Ilmu Hukum. Sosiologi yang dikuliahkan sebagin besar bersifat filsafat Sosial dan Teoritis, berdasarkan hasil karya Alfred Vierkandt, Leopold Von Wiese, Bierens de Haan, Steinmetz dan sebagainya.
Pada tahun 1934/1935 kuliah-kuliah Sosiologi pada sekolah Tinggi Hukum tersebut malah ditiadakan. Para Guru Besar yang bertaggung jawab menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan dan bentuk susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam pelajaran hukum.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya member kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik UGM . Beliau memberika kuliah dalam bahasa Indonesai ini merupakan suatu yang baru, karena sebelum perang dunia ke dua semua perguruan tinggi diberikan da;am bahasa Belanda. Pada Akademi Ilmu Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan dalam Jurusan Pemerintahan dalam Negeri, hubungan luar negeri dan publisistik. Kemudian pendidkikan mulai di buka dengan memberikan kesempatan kepara para mahasiswa dan sarjana untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuan tentang sosiologi.
Buku Sosiologi mulai diterbitkan sejak satu tahun pecahnya revolus fisik. Buku tersebut berjudul Sosiologi Indonesai oleh Djody Gondokusumo, memuat tentang beberapa pengertian elementer dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai Filsafat.
Selanjutnya buku karangan Hassan Shadily dengan judul Sosilogi Untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan merupakan buku pelajaran pertama yang berbahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi yang modern.
Para pengajar sosiologi teoritis filosofis lebih banyak mempergunakan terjemahan buku-bukunya P.J. Bouman, yaitu Algemene Maatschapppijleer dan Sociologie, bergrippen en problemen serta buku Lysen yang berjudul Individu en Maatschapppij.
Buku-buku Sosiologi lainnya adalah Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas karya Mayor Polak, seorang warga Negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah mendapat pelajaran sosiologi sebelum perang dunia kedua pada universitas Leiden di Belanda. Beliau juga menulis buku berjudul Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum dan politik terbit pada tahun 1967. Penulis lainnya Selo Soemardjan menulis buku Social Changes in Yogyakarta pada tahun 1962. Selo Soemardjan bersama Soelaeman Soemardi, menghimpun bagian-bagian terpenting dari beberapa text book ilmu sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia dirangkum dalam buku Setangkai Bunga Sosiologi terbit tahun 1964.
Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat ini belum ada Universitas yang mngkhususkan sosiologi dalam suatu fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD.
Penelitian-penelitian sosiologi di Indonesai belum mendapat tempat yang sewajarnya, oleh karena masyarakat masih percaya pada angka-angka yang relative mutlak, sementara sosiologi tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang berlaku mutlak disebkan masing-masing manusia memiliki kekhususan. Apalagi masyarakat Indonesai merupakan masyarakat majemuk yang mencakup berates suku.

BAB 2 PENGERTIAN DAN OBYEK STUDI SOSIOLOGI

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa dapat memahami pengertian, obyek studi, dan pembagian sosiologi.

2.1. Pengertian Sosiologi
Istilah sosiologi barangkali sudah sering dibicarakan dan didengar orang. Akhir-akhir inipun ketika terjadi kerusuhan dan konflik di beberapa daerah di Indonesia, banyak analisis di media yang mengatakan “secara sosiologis”. Namun demikian tidak banyak orang yang memaknai istilah sosiologi secara tepat. Akibatnya sedikit pula yang bisa memberi penjelasan istilah sosiologi dengan benar. Jadi apa sebenarnya penjelasan mengenai hal tersebut?
Kata “sosiologi” berasal dari kata socius dan logos. Socius berasal dari kata Latin yang berarti kawan atau berkumpul; dan logos berasal dari kata Yunani yang berarti ilmu atau pelajaraan. Jadi berdasar asal katanya sosiologi diartikan ilmu tentang hidup bersama atau ilmu tentang masyarakat. Pengertian yang demikian apakah sudah bisa memberikan penjelasan mengenai sosiologi? Tentunya pengertian ini belum menjelaskan mengenai apa sosiologi itu.
Dalam banyak literatur istilah sosiologi seringkali diberikan batasan pengertiannya hanya dengan suatu rumusan yang singkat dan pendek. Akibatnya rumusan pendek dan singkat ini kurang dapat dimengerti dan kurang memberikan penjelasan sebagaimana yang diharapakan.
Beberapa contoh definisi sosiologi yang bisa dikemukakan yaitu :
1. Roucek dan Warren :
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
2. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff :
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
3. JAA Van Doorn dan CJ Lamners :
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
4. Mac Iver :
Sociologi is about social relationship, a network of relationship we call society
5. Gillin dan Gillin :
Sociology is the study of interaction arising from the association of living beings.
6. Ogburn :
Sociology is a body of learning about society
7. Bogardus :
Sociology is definied as study of the ways in which social experiences function in developing, maturiting, repressing human beings through inter-personal stimulation.
8. Cuber :
Sociology is defined as a body of scientifict knowledge about human relationships.
9. Kimball Young :
Sociology deals with behavior of men
10. Ginsberg :
Sociology is the study of human interaction, interactions, their interactions and consequences.
11. Giddings :
Sociology is a science of social phenomena.

Definisi di atas merupakan beberapa dari banyak definisi yang diberikan oleh para ahli sosiologi. Hal yang pasti dari definisi yang umumnya pendek dan singkat kadang-kadang tidak banyak kejelasan yang diperoleh. Selain tidak jelas, definisi tersebut kadang-kadang pula belum menunjukkan batasan-batasan antara sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lain yang juga melihat masyarakat sebagai obyek studinya.
Definisi yang cukup memadai dan bisa dijadikan acuan antara lain yang dikemukakan oleh Waters dan Crook (1990), yang menyatakan :Sociology is the systematic analysis of the structure of social behavior.
Dari definisi Waters dan Crook di atas setidaknya terdapat empat elemen penting, yang memberikan bukan saja penjelasan mengenai apa sosiologi itu, tetapi juga batas-batas yang membedakannya dari ilmu-ilmu sosial lain.
Pertama, sosiologi mempelajari perilaku, tetapi perilaku yang dikaji adalah perilaku dalam karakter sosial, bukan individual. Perilaku berkarakter sosial merupakan perilaku yang ditujukan bagi orang lain dan bukan bagi dirinya sendiri, serta memiliki konsekuensi bagi orang lain, atau perilaku itu merupakan konsekuensi dari orang lain. Jadi di sini ada hubungan timbal balik antara satu orang dengan orang lainnya.
Kedua : perilaku sosial yang dipelajari oleh sosiologi itu adalah perilaku yang berstruktur. Struktur menunjuk pada adanya pola (pattern) atau menunjuk aadaanya keteraturan tertentu. Suatu perilaku itu berstruktur jika terdapat pola atau keteraturan tertentu. Suatu perilaku sosial yang hanya terjadi sekali saja dan kemduian tidak terjadi lagi, bukanlah merupakan bidang kajians sosiologi. Sosiologi tidaklah semata-mata hanya menjelaskan secara deskriptif suatu perilaku sosial, tetapi lebih dari itu, sosiologi berupaya menjelaskan dan berusahaa memahami kaitan antara elemen-elemen perilaku sosial.
Ketiga : penjelasan sosiologi itu bersifat analitis. Setiap ilmu pengetahuan senantiasa terdiri dari (1) content / the body of knowledge atau substansi dari ilmu pengetahuan itu dan (2) methods / procedures atau tata cara bagaimana substansi pengetahuan itu diperoleh secara sistematis. Ini berarti bahwa dalam sosiologi terdapat pula prinsip-prinsip metodologis yang diterapkan dalam menjelaskan perilaku sosial tersebut, dan bukan berdasarkan pada konsensus atau kesepakatan yang berlaku khusus. Terdapat kaidah atau prinsip metodologi penelitian tertentu yang digunakan untuk menjelaskan perilaku sosial dalam sosiologi.
Keempat : penjelasan sosiologi bersifat sistematis. Ini berarti bahwa dalam memahami perilaku sosial sosiologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mengikuti tatanan atau aturan-aturan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.



2.2. Pandangan Para Perintis Sosiologi Tentang Sosiologi
2.2.1. Emile Durkheim : Fakta Sosial
Emile Durkheim berpendapat bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari fakta sosial. Fakta sosial merupakan cara-cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Untuk memahami konsep fakta sosial ini, Durkheim menyajikan contoh misalnya pendidikan anak. Sejak bayi anak diwajibkan untuk makan, minum, tidur pada waktu-waktu tertentu; diwajibkan taat, dan menjaga kebersihan serta ketenangan; diharuskan tenggang rasa terhadap orang lain, menghormati adat dan kebiasaan.
Contoh-contoh di atas merupakan unsur-unsur yang dikemukakan dalam definisi Durkheim tersebut : ada cara bertindak, berpikir, berperasaan yang bersumber pada kekuatan di luar individu, bersifat memaksa dan mengendalikan individu, dan berada di luar kehendak pribadi individu. Contoh lain dari konsep fakta sosial yang diambil dari buku Durkheim : The Division of Labor in Society (1968) dan Suicide (1968). Durkheim mengemukakan bahwa pembagian kerja dalam masyarakat (mungkin di saat sekarang orang cenderung menggunakan istilah lain), seperti spesialisasi. Spesialisasi dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti bidang ekonomi, pendidikan, politik, hukum, ilmu pengetahuan, kesenian, administrasi merupakan cara bertindak yang dianut secara umum, berada di luar kehendak pribadi, individu.
Kemudian contoh dari buku Suicide-nya : menurut Durkheim laju bunuh diri dalam tiap masyarakat dari tahun ke tahun cenderung relatif konstan-menurut Durkheim ini merupakan fakta sosial. Dalam penelitian Durkheim ditemukan bahwa laju bunuh diri disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di luar individu.

2.2.2. Max Weber : Tindakan Sosial
Bagi Weber sosiologi ialah ilmu yang mempelajari tindakan sosial (social action). Menurut Weber tidak semua tindakan manusia disebut sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya disebut sebagai tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain. Misalnya menyanyi di kamar mandi untuk menghibur diri sendiri tidak dapat dianggap sebagai tindakan sosial; tetapi menyanyi di depan umum dengan maksud untuk menghibur orang lain merupakan tindakan sosial.
Menurut Weber suatu tindakan sosial ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Dari contoh di atas nampak bahwa tindakan yang sama : menyanyi - dapat mempunyai makna berlainan bagi pelakunya. Menurut Weber sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial mempunyai tujuan dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Maka apabila ahli sosiologi ingin memahami makna subyektif suatu tindakan sosial ia harus dapat membayangkan dirinya di tempaat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya. Suatu contoh hanya dengan menempatkan diri di tempat seorang pelacur, misalnya seorang ahli sosiologi dapat memahami makna subyektif tindakan sosial mereka.

2.3. Pembagian Sosiologi : Makrososiologi dan Mikrososiologi.
Kebiasaan para ahli di kalangan sosiologi dijumpai mengklasifikasikan pokok bahasan sosiologi ke dalam dua bagian. Nama-nama yang diberikan tidak selalu sama, misalnya broom dan Selznik membedakan tatanan makro dan tatanan mikro; jack Douglas membedakan antara perspektif makrososial (macrosocial perspective) dan perspektif mikrososial (microsocial perspective); Doyle Paul Johnson membedakan antara jenjang makro dan jenjang mikro, dan Randal Collins membedakan antara makrososiologi (macrosociology) dan mikrososiologi (microsociology). (Sunarto, 2004:16). Dalam pandangan Collins penjabaran dalam makrososiologi dan mikrosoisologi meliputi :

Tabel 1
Pembagian Mikrososiologi dan Makrososiologi
Hal yang dibahas Mikrososiologi Makrososiologi
Analisis Analisis terinci mengenai apa yg dilakukan, dikatakan, dan dipikirkan manusia dlm laju pengalaman sesaat Analisis proses sosial berskala besar dan berjangka panjang
Skala ruang Pokok bahsan mulai dari seseorang, kelompok kecil Pengelompokan yang lebih besar spt kerumunan atau organisasi, komunitas, masyarakat teritorial.
Skala Waktu Cenderung mempelajari gejala sosial yang terjadi dalam waktu pendek (detik, menit, jam) Cenderung mempelajari gejala sosial yang terjadi dalam jangka waktu lebih panjang